L-CAT versi shore to shore (photo : Defense Studies)
Setelah sukses memasok Profense M134 gatling gun yang digunakan oleh pasukan TNI AD dan TNI AL, dalam pameran Indo Defence 2018 yang baru lalu PT Mandiri Jaya Abadi (MJA-Tech) membuat kejutan dengan tawaran kapal pendarat katamaran L-CAT yang diproduksi sendiri dibawah lisensi CNIM. Rencananya kapal ini akan diproduksi di fasilitas produksi MJA Tech di kawasan Serang, Banten.
CNIM (Constructions industrielles de la Méditerranée) adalah perusahaan Prancis yang berdiri tahun 1856 dan menawarkan konsep baru kapal Landing Catamaran (L-CAT) pada tahun 2008, pada awal pemunculannya tipe yang disodorkan adalah ship-to-shore, yaitu jenis kapal pendarat yang beroperasi dari kapal Amphibious Assault Ship/LHD. Pada akhir 2016 lalu CNIM menawarkan lagi L-CAT versi shore-to-shore alias versi kapal pendarat yang dapat beroperasi mandiri.
Bagi anda penggemar teknologi pertahanan dan maritim khususnya, tentu sudah memahami bahwa kehadiran LCAT ini merupakan suatu inovasi tersendiri bagi Angkatan Laut karena dapat menggabungkan dua fungsi sekaligus dalam satu kapal sehingga pendaratan amfibi dapat dilakukan dengan aman dan cepat dari jarak yang relatif jauh terhadap pantai.
Varian shore-to-shore L-CAT mempunyai spesifikasi yang lebih sangar lagi, dapat mengangkut beban hingga 100 ton, bahkan dapat melaksanakan operasi secara mandiri hingga sejauh 800 nm atau setara dengan jarak Surabaya-Balikpapan. Saat bobot penuh kecapatan masih dapat mencapai 25 knot (46 km/jam), dengan demikian Surabaya-Balikpapan dapat ditempuh 32 jam saja. Saat tidak membawa beban kapal ini dapat digeber hingga kecepatan 35 knot (65 km/jam), bahkan kapal ini mempunyai kualifikasi Sea State 6, naik satu level dibandingkan tipe ship to shore.
Pemanfaatan LCAT di Indonesia
Pertanyaannya jika LCAT digunakan di Indonesia, dimana peluang pemanfaatannya ? Memang ada 2 peluang penggunaan LCAT di lingkungan TNI, yaitu di TNI AD dan TNI AL. Selain itu ada juga pemanfaatan untuk OMSP (Operasi Militer Selain Perang) dan penggunaan sipil lainnya.
Setelah TNI AD mengadopsi tank tempur utama Leopard, maka untuk melakukan pergeseran tank tempur utama lintas pulau perlu difikirkan secara khusus. Bila melalui udara hanya pesawat angkut C-17 yang mampu, itupun TNI AU tidak punya, namun bila lewat laut hanya ada beberapa kapal yang mampu mengangkutnya.
TNI AD mempunyai kapal LCU yang dioperasikan oleh Batalyon Perbekalan dan Angkutan (YonBekAng/Air) jenis LCU 1200 (kapasitas 6 tank Leopard) dan LCU 1500 (kapasitas 8 tank Leopard) dengan kecepatan maksimal 14 knot. Dalam praktek latihan selama ini untuk loading-unloading masih memerlukan dermaga. Disini LCAT unggul dalam kecepatan (2X lipatnya lebih) dan loading-unloading yang dapat langsung dari pantai.
Jika menggunakan armada kapal TNI AL maka dibutuhkan LST kelas Teluk Bintuni (kapasitas 6 tank Leopard) yang mempunyai kecepatan maksimum 16 knot. Hampir sama dengan LCU YonBekAng/Air, dalam latihan selama ini tetap diperlukan dermaga untuk loading-unloading tank Leopard. Disini LCAT juga unggul dalam kecepatan (2X lipatnya lebih) dan loading-unloading yang dapat langsung dari pantai.
Untuk mengangkut 1 peleton tank Leopard 2 (jumlah 4 tank) yang beratnya mencapai 62 ton ini maka diperlukan 4 LCAT, bila TNI AD mengadopsinya maka dapat dipastikan bahwa akan dioperasikan oleh YonBekAng/Air. Namun karena kapasitas angkutnya 100 ton maka dapat dikombinasikan dengan tank medium Harimau yang beratnya 32 ton, sehingga secara keseluruhan dapat mengangkut 4 Leopard dan 4 Harimau.
Untuk penggunaan OMSP (Operasi Militer Selain Perang) LCAT dapat digunakan untuk misi HADR (humanitarian aid and disaster relief) dimana kapal ini langsung dapat diberangkatkan untuk membawa peralatan zeni konstruksi dan logistik ketika terjadi bencana dan dapat sampai ke lokasi bencana dengan cepat tanpa menunggu kesiapan bandara ataupun dermaga.
Dengan ukuran 36x14 m LCAT shore to shore mempunyai ruang muatan yang lebih luas dibanding tipe ship to shore (image : CNIM)
Untuk misi HADR tentu saja tentu saja kapal ini langsung dapat diberangkatkan untuk membawa peralatan berat batalyon/detasemen zeni Korps Marinir/KAPA/logistik ketika terjadi bencana, dapat langsung berangkat dan sampai ke lokasi bencana dengan cepat tanpa menunggu kesiapan bandara ataupun dermaga.
.
Penggunaan untuk sipil kapal ini tentulah sebagai kapal ro-ro (roll on - roll off) alias kapal untuk memuat kendaraan yang digunakan untuk penyeberangan antar pulau. Lebih praktis karena untuk loading-unloading kapal ini tidak memerlukan dermaga.
MJATech rencananya akan mendatangkan LCAT shore to shore dari CNIM pada awal tahun depan atau triwulan 1 tahun 2019 untuk melakukan demo pada Kementerian Pertahanan beserta calon penggunanya yaitu TNI AD dan TNI AL. Kita tunggu kedatangan LCAT di Jakarta tahun depan.
(Defense Studies)
No comments:
Post a Comment